Rabu, 15 Juli 2009

Investasi dalam Perspektif Islam


Ististmar, berarti investasi, berasal dari kata ististmar yang artinya menjadikan berbuah (berkembang) dan bertambah jumlahnya. Ististmar artinya menjadikan harta berubah (berkembang) dan bertambah jumlahnya. Ististmar islami merupakan satu kegiatan yang sangat positif yang harus dilakukan oleh manusia dan harus dilandasi syariah Islam. Karena itu pula maka ia harus mampu menyelaraskan posisinya sebagai lahan yang akan menerapkan prinsip-prinsip dan tujuan disyariatkannya ekonomi Islam.
Setiap pengambilan keputusan dari kegiatan investasi (islami) harus selaras dengan sistem ekonomi Islam dan harus memperhatikan skala prioritas yang sedang dihadapi oleh umat dewasa ini. Ekonomi Islam yang bersumber pada Al Quran dan As Sunnah ini harus mampu menangkal dan menghapuskan segala bentuk kemudlaratan dan harus mampu pula menciptakan kemashlahatan bagi ummat ini. Karena memang demikianlah tujuan Allah swt. menurunkan hukum syariat ini. Kemashlahatan itu ada yang sifatnya dharuriyah,, hajiyah atau tahsiniyah. Allah swt. berfirman di dalam surah Thahaa ayat 1-3: “Thahaa. Tidaklah kami turunkan Al Quran kepada engkau supaya engkau menjadi susah, melainkan jadi peringatan bagi orang yang takut.”
Tujuan investasi itu harus menyatu dengan tujuan sistem ekonomi Islam itu sendiri baik secara teori maupun pelaksanaannya. Karena teori tanpa pelaksanaan tidak akan memberikan arti apa-apa. Yang kita inginkan adalah simun ‘ala musamma. Untuk memudahkan pembahasan maka investasi disini harus kita artikan secara luas (umum), yaitu yang menyangkut segala usaha yang akan menghasilkan keuntungan baik materi maupun spiritual.

Objectives (sasaran) sistem ekonomi Islam
Perbaikan hidup, baik secara materi maupun spiritual, adalah merupakan akar dari semua objective (sasaran) ekonomi Islam. Sendi-sendi ajaran Islam semuanya tertuju dan mendukung agar manusia menjadi khalifatullah di muka bumi yang fana ini. Syariah telah mengatur hubungan manusia dengan saudaranya sesama manusia, antara pimpinan dan yang dipimpin, antara atasan dan bawahan, antara kaya dan miskin secara syariah. Juga telah mengatur hubungan manusia dengan hartanya dan dengan anak-anaknya secara syariah karena akan memberikan mashlahat bagi manusia dan menolak segala kemudlaratan, dalam kaidah fikihnya disebut “jalbul mashalih wa daf’ul madhoroh”
Maka untuk mencapai kemashlahatan itu perlu ada beberapa objective (sasaran) di dalam sistem ekonomi Islam, di antaranya :
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi (economic growth)
Pertumbuhan ekonomi merupakan tujuan dari semua sistem ekonomi termasuk sistem ekonomi Islam. Meningkatnya GNP, NNP atau NI merupakan salah satu indikator keberhasilan ekonomi suatu bangsa. Oleh karena itu semua sistem harus dapat meningkatkan hal ini.
Ekonomi Islam itu tetap ekonom al-Islam. Adalah hal yang mendasar, yang dapat membedakan antara sistem Islam dengan sistem yang lainnya. Berbeda dengan sistem lain, sistem ekonomi Islam dalam hal ini harus memperhatikan dua hal yaitu halal dan haram. Ekonomi konvensional memasukkan segala jenis barang dan jasa dalam komponen GNP-nya, tetapi dalam Islam harus selektif, mana jenis barang dan jasa yang dapat dimasukkan.
2. Menciptakan harga yang stabil
Stabilitas harga ini merupakan perkara yang sangat penting, bukan hanya dirasakan oleh ekonom atau politikus tetapi juga sangat dirasakan oleh rakyat kebanyakan. Karena itu ekonomi Islam harus menciptakan ini dengan jalan memfungsikan kekayaan yang tidak produktif (idle money) dan menghapuskan segala jenis spekulasi.
3. Meningkatkan economic efficiency
Dalam masalah efficiency ini ada beberapa poin yang kita harus berbeda dengan ekonomi conventional.
i) Dalam ekonomi konvensional, individual benefit sama dengan social benefit. Tetapi Islam melihatnya tidak demikian. Social benefit kadang-kadang tidak sama dengan individual benefit. Bahwa social benefit itu bukanlah sekedar merupakan gabungan dari tiap-tiap individual benefit.
ii) Konsumen akan membeli sesuatu manakala dia mendapatkan manfaat yang sama dengan harga yang ia bayarkan. Padahal daya beli berbeda-beda. Berarti bahwa harga pasar yang dikatakan sebagai fair price hanya ditentukan oleh orang yang memiliki kemampuan beli tinggi. Tentunya yang income-nya kecil akan dirugikan
4. Pemerataan alokasi income
Dalam hal ini Islam sudah jelas tidak menginginkan pengalokasian dan penguasaan kekayaan oleh sebagian orang. Allah swt. berfirman di dalam surah Al Hasyr ayat 7 : “Apa-apa (harta rampasan) diberikan Allah kepada RasulNya dari penduduk negeri (orang-orang kafir), maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, untuk karib kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan musafir, supaya jangan sampai harta itu beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa-apa yang diberikan Rasul kepadamul maka terimalah dia, dan takutlah kepada Allah. Sesungguh-Nya Allah amat keras siksaan-Nya.”
Syariah Islam memerintahkan agar kita memberikan balasan (upah) secara adil. Setiap orang dibayar sesuai dengan pekerjaannya. Sesuai dengan surah 53 ayat 39 : “Dan tidaklah untuk manusia melainkan apa-apa yang diusahakannya.”

Maqosid Syariah
Seperti telah kita singgung sebelumnya bahwa syariah Islamiyah disyariatkan oleh Alloh swt. untuk kemashlahatan umat manusia. Untuk melaksanakan hal itu Imam Abu Hamid Al Ghazali dalam Mustashfanya dan Imam Abu Ishaq As Syatibi didalam Al Mufaraqatnya membagi Maqasid Syariah ini dalam tiga kriteria :
a. Ad-Dharuriat (primer)
b. Al-Hajiaat (sekunder)
c. Al-Tahsiniat (Mewah)

Pembagian ini adalah sangat penting karena dengan pembagian ini kita memiliki skala prioritas didalam kita meniti jalan menuju kemashlahatan di dunia dan di akhirat. Semua kegiatan yang berlandaskan syariah harus memperhatikan maqasid syariah ini. Karena kalau menyimpang dari ketentuan ini maka kemashlahatan itu tidak akan bisa dicapai.
Ad-Dharuriaat yang dimaksud oleh Imam Syatibi adalah sesuatu yang harus dilakukan agar mendapatkan kemashlahatan di dunia dan di akhirat. Dan jika ad-dharuriat ini tidak dilaksanakan maka kemashlahatan itupun tidak akan pernah ada. Tetapi yang akan timbul adalah kerusakan, kesengsaraan dan kerugian yang besar.
Maqasid yang ad-dharuriah ini gunanya adalah untuk Hifdzud-Dien (Menjaga dien), kemudian Hifdzun-Nafs, Hifdzul-Aql, Hifdzun-Nasl (keturunan) dan Hifdzul-Maal, urutan inipun mempunyai arti penting. Yang pertama itu lebih utama dari yang kedua dan ketiga dan seterusnya. Kalau kita dihadapkan pada dua pulihan apakah harus hifdzul-mal atau hifdzud-din, maka harus kita prioritaskan hifzdud-din tentunya meskipun kita tahu al-maal akan hancur.
Kedua, Maqasid AL-Hajiaat (kebutuhan sekunder), hal ini juga harus diperhatikan karena ini merupakan kelengkapan maqasid yang sekunder. Kalau ini tidak tercapai akan mengakibatkan kita menjadi susah dan terasa sempit, jalan menuju kemashlahatan di dunia dan di akhirat tidak mulus. Sedangkan yang Tahsiniyaat itu sebagai pelengkap dari Ad-Dharuriat dan AL-Hajiaat. Keberadaannya lebih baik tetapi tanpa itupun tidak akan berpengaruh pada maqasid yang pertama.

Yang Harus Dilakukan Oleh Setiap Pengusaha Muslim
Seorang pengusaha muslim sama sekali berbeda dengan yang lainnya. Dia memiliki tanggung jawab ganda, yaitu tanggung jawab akhirat dan tanggung jawab duniawi. Pengusaha Muslim harus lebih berhati-hati berinteraksi dengan harta. Karena harta itu adalah hiasan dunia yang mengandung fitnah.
a) Pengusaha muslim bukan hanya sekedar sebagai economic man tetapi juga sebagai Islamic economic man. Kalau pengusaha traditional (non muslim) selalu berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Di mana keuntungan ini hanya diukur dari selisih pendapatan dan biaya saja.
Tetapi sebagai seorang pengusaha muslim, dia berkewajiban untuk menjadi manusia yang multazim dengan dianya, dia juga sebagai mursyid. Tugasnya menciptakan al falah sebesar-besarnya. Karena seperti telah kita ketahui bahwa al falah merupakan gabungan dari keberhasilan dunia dan keberhasilan akhirat. Maka kita selalu berdo’a”
“Rabbana atina fidunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adza bannar”
Ikatan ekonomi dengan ad-dien harus dapat menciptakan perubahan yang nyata pada sudut pandang seorang pengusaha muslim. Dia harus bisa menentukan mana yang terpenting dari penting-penting dan menentukan target yang harus dicapai dalam jangka pendek dan jangka panjang.
b) Pengusaha muslim harus mencari komoditi yang halal dan menjauhkan komoditi yang haram. Hal ini harus dilakukan meskipun permintaan sangat banyak. Pengusaha muslim tidak boleh menginvestasikan hartanya dalam proyek-proyek yang akan menghasilkan atau yang berhubungan dengan daging babi, khamar, perjudian, riba dan lain-lain. Sampai juga kepada komoditi yang dapat dikategorikan sebagai pemborosan dan komoditi yang dianggap sebagai barang subhat.
c) Pengusaha muslim harus beriltizam dengan awlawiyat al-Islamiyah.
Seorang muslim tidak hanya mengurusi dirinya dan mencari kemashlahatannya sendiri. Tetapi dia bertanggung jawab terhadap masyarakatnya secara umum. Berarti mashlahat baru dikatakan mashlahat kalau itu dapat memberikan mashalahat kepada masyarakat karena mashlahat umum adalah mashlahatnya.
Memperhatikan kepentingan orang bukan hanya berupa bantuan langsung saja, tetapi juga secara tidak langsung. Seperti membuat proyek atau investasi yang nantinya akan dapat mengangkat derajat fakir miskin secara ekonomi.
Pegusaha muslim bukan hanya menjauhkan kegiatan-kegiatan yang haram tetapi jgua harus mempertimbangkan mana yang dharuriyah, hajiyah atau tahsiniyah. Yang dharuriyah harus diutamakan dari yang hajiyah, yang hajiyah harus diutamakan dari yang tahsiniyah.
d) Seorang pengusaha muslim dapat merealisasikan objective sistem ekonomi Islam. Objective ini bukan omong kosong atau hanya masalah teori yang hanya disampaikan di dalam ruangan tetapi itu harus dilaksanakan dalam kehidupan nyata.
Untuk merealisasikan ini bukan hanya tugas siasah maliyah (seperti pajak) dan zakat saja. Tetapi ini juga merupakan tanggung jawab para pengusaha tanpa ada pembeda sedikitpun. Objective ekonomi Islam yang memiliki prinsip “laa dhororo wa laa dhiror” (tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain, jangan hanya menjadi kata kiasan saja bila para pengusaha tidak merealisasikannya.


Artikel Ahmad Sumiyanto, SE. MSI.
untuk isesconsulting.blogspot.com

Senin, 13 Juli 2009

Ingin Tahu atau Ingin Trampil tentang BMT?


MATERI PELATIHAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI OPERASIONAL
untuk Pengelola dan Pengurus BMT
oleh MICRO FINANCE LAB (PT. ISES Consulting Indonesia)


Mungkin ini dapat membantu Anda yang berminat menyelami sedalam apa pun Anda ingin mengeksplorasi dunia baitul maal wat tamwiil.
Beberapa pengelola BMT telah memanfaatkan forum-forum kami untuk mendapatkan bekal pengelolaan perusahaannya agar menjadi "koperasi modern".

Diantara materi-materi yang dieksplorasi adalah :
Gugus Entrepreneurship
1. Mengapa Memilih Berprofesi di BMT?
2. Memahami Transaksi dalam Islam
3. Memahami Riba dan Bunga Bank
4. Menggali 5+1 Motivasi Mitra BMT

Gugus Pemasaran Perusahaan
1. Mengeksplorasi Aspek-aspek Keunggulan BMT
2. Mengembangkan Variasi Layanan BMT
3. Memahami Hakekat LKMS (BMT/BPRS) dan Peran Riel di Masyarakat

Gugus Pemasaran Jasa BMT
1. Mengoptimalkan Simpanan (Funding) di BMT
2. Mengoptimalkan Pembiayaan (Lending) di BMT
3. Mengoptimalkan Kolektibilitas
4. Menyusun Strategi Pemasaran
5. Menyusun dan Mengendalikan Rencana Aksi Pemasaran
6. Menganalisa Pengajuan Pembiayaan
7. Mengantisipasi Pembiayaan Bermasalah
8. Aspek-aspek Legalitas dalam Jasa Layanan BMT

Gugus Manajemen
1. Mengintensifkan Pengendalian Tim Karyawan
2. Melakukan Penilaian Karyawan
3. Menyusun Struktur Penggajian yang Kompetitif
4. Mendalami Logika Keuangan BMT

Gugus Operasional
1. Memahami Ruang Lingkup Transaksi dalam LKMS
2. Mendalami Permasalahan yang Timbul dalam Transaksi
3. Memahami ProfesiCustomer Service dan Deskripsi Pekerjaannya
4. Memahami Profesi Teller dan Deskripsi Pekerjaannya
5. Mendalami Profesi Petugas Pembukuan dan Deskripsi Pekerjaannya
6. Kaidah Pembuatan Laporan Keuangan LKMS
7. Magang Kerja di BMT Model ISES

Gugus Pengelolaan Komunitas
1. Relasi Pembiayaan Komunitas dengan Konsep Dasar BMT
2. Pola-pola Pemberdayaan Komunitas melalui Layanan BMT
3. Manajemen Pembiayaan Komunitas oleh BMT

Gugus Pengembangan Pelayanan BMT
1. Efektif dan Efisien Membentuk Citra Positif BMT
2. Pelayanan yang Paripurna (Service Excellent) oleh BMT
3. Siasat Pencitraan Melalui BMT
4. Manajemen Krisis Kepercayaan Berbasis Media Massa
5. Mengoptimalkan Media Lokal dalam Pencitraan BMT
6. Hemat dan Efektif Memanfaatkan Dunia Maya (Internet) untuk Mengembangkan Usaha dan Pelayanan BMT

Setiap tema/topik dibahas dengan metode :
1. Uraian narasumber, sebagai pembuka wawasan dan pemantik diskusi.
2. Focused group discussion, sebagai penajaman dan eksplorasi pemahaman peserta.
3. Simulasi penerapan alat, sebagai uji coba penguasaan peserta terhadap tema yang dibahas.
4. Studi kasus, untuk menguji konsistensi teori ketika diterapkan dalam kasus yang dihadapi BMT.
5. Tinjauan lapangan (untuk tema-tema tertentu), sebagai studi banding terhadap BMT sejenis.

Informasi dan keterangan lebih lanjut dapat menghubungi :
1. Edi Susilo, SE. (Direktur Operasional PT. ISES Consulting Indonesia), hp. 0815 78707434
2. Nurhidayanto,SIP. (Manajer Program), hp. 085878 617 333